Saat anda singgah di Kota Kediri Jawa Timur kurang lengkap bila tidak mencicipi dan membawa pulang oleh-oleh khas yang
menjadi cita rasa kota santri ini. Yaitu Gethuk Pisang. Makanan ini sangat familiar bagi masyarakat di sejumlah daerah karena
sudah menjadi ikon kuliner Kota Kediri.
Kendati hingga sekarang asal-usul pembuat Gethuk Pisang belum diketahui secara
pasti, namun tradisi pembuatan Gethuk Pisang diyakini sudah
berlangsung turun-temurun dan diwariskan lintas generasi. Gethuk Pisang asli
Kota Kediri memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri.Tidak seperti
lazimnya gethuk, semisal gethuk Magelang yang
dikemas dengan plastik atau kertas karton. Gethuk Pisang Kota
Kediri kemasannya menggunakan daun pisang, layaknya lemper atau lontong.
Daun pisang dipilih sebagai pembungkus karena dipercaya mampu
menjaga aroma serta cita rasanya agar lebih tahan lama.
Sesuai dengan namanya, Gethuk Pisang bahan
pokoknya dari buah pisang. Dibentuk bulat lonjong dengan panjang antara 15
sampai 20 cm dan diameter antara 5 sampai 8 cm. Warnanya merah
kecoklatan, kenyal tidak terlalu lembek dan juga tidak begitu keras. Cara
membuatnyapun terbilang cukup sederhana.Biasanya dipilih pisang raja nangka
yang masih setengah matang. Keistimewaan pisang raja nangka (dalam mitologi
dikenal sebagai pisang sajian khusus untuk raja-raja) adalah aromanya yang
khas, yakni perpaduan antara rasa asam dan manis alami.
Setelah dikupas,
pisang dikukus selama 5 sampai 6 jam hingga warnanya berubah menjadi merah
kecoklatan. Kemudian dihaluskan dengan cara ditumbuk hingga menjadi adonan.
Dalam prosesnya adonan untuk ukuran satu panci diberi empat sendok gula pasir
yang sudah dihaluskan. Ini dimaksudkan untuk menambah rasa manis Gethuk
Pisang. Kemudian untuk mengaluskan adonan tersebut digunakan mesin pengaduk
khusus seperti mixer ukuran jumbo.Biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 15
menit.
Langkah selanjutnya adonan diambil kira-kira satu
genggaman tangan orang dewasa dan ditaruh di atas daun pisang yang sudah
disiapkan sebelumnya. Lalu dibungkus dengan cara digulung secara vertikal dan
kemudian disematkan batang lidi pada kedua ujungnya sebagai penahan agar tidak
lepas. Jadilah Gethuk Pisang yang dijamin sanggup membuat lidah
anda ketagihan. Inilah resep pembuatanGethuk Pisang asli Kota
Kediri yang membedakannya dengan jenis Gethuk yang lain. Karena alami
tanpa tambahan zat apapun termasuk bahan pengawet,Gethuk Pisang Kota
Kediri hanya bisa bertahan maksimal dua hari pada suhu 30 – 35 0C.
Tetapi bisa bertahan empat sampai lima hari jika disimpan di lemaripendingin.
Untuk mendapatkan Gethuk Pisang di
Kota Kediri anda tidak akan kesulitan karena dapat ditemukan di berbagai sudut
Kota Kediri. Mulai dari pedagang asongan, kios-kios mungil di pinggir jalan, hingga pertokoan pusat oleh-oleh. Untuk sepotong Gethuk Pisang dijual mulai dari Rp.
5000,- .
Bagi masyarakat
Kota Kediri, membuat atau memproduksi Gethuk Pisang biasanya
dijadikan sebagai usaha industri rumahan (home industry). Salah satunya adalah Cak
Din, warga yang tinggal di Jl. Karanganyar No.45 RT.03/RW.01 Dusun Karanganyar
Kelurahan Ngronggo Kecamatan Kota Kediri.Menurut Cak Din dia telah menggeluti
jenis usaha home industry ini sejak tahun 2002, Menurutnya
usaha atau bisnis Gethuk Pisang memiliki prospek yang cukup
menjanjikan. Hingga saat ini Cak Din sanggup menghidupi keluarganya dari usaha
gethuk ini. Bahkan dia bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi warga
sekitar tempat tinggalnya. Home Industry Gethuk Pisang milik
Cak Din ini juga telah terdaftar pada DEPKES RI No. 130/13.04/94 dengan brand Citra
Baru. Pasokan Gethuk Pisang Cak Din tersebar di hampir seluruh daerah, mulai
dari pertokoan di sepanjang Jalan Pattimura dan Yos Sudarso dan di lingkup Kota
Kediri, hingga merambah daerah perbatasan Kediri seperti Gurah, Pare, Kras,
Ngantru, Kandat, Sambi, Papar, Kertosono, dan lain sebagainya.
Jika anda
sudah mengetahui cara membuatnya, tidak ada salahnya mencoba kiat sukses Cak
Din usaha Gethuk Pisang sebagai peluang bisnis baru di daerah Anda sendiri.
Saran saya, datanglah ke Kota Kediri, nikmati kelezatannya, pelajari resepnya,
dan jadikan peluang usaha untuk Anda!!! Selamat mencoba!!!
Budaya Khas Kediri
Kesenian Jaranan menyuguhkan berbagai atraksi menarik yang kadang mampu membangkitkan rasa takjub. Atraksi gerak pemain dengan
diiringi tabuhan gamelan serta sesekali diselingi unsur magis menjadikan
kesenian ini layak ditonton.
Di Kabupaten Kediri terdapat beberapa kesenian Jaranan yang dapat dinikmati diantaranya Jaranan Senterewe, Jaranan Pegon, Jaranan Dor, dan Jaranan Jowo. Jaranan Jowo merupakan salah satu kesenian Jaranan yang mengandung unsur magis dalam tariannya. Dimana pada puncaknya penari akan mengalami TRANCE (kesurupan) dan melakukan aksi berbahaya yang terkadang di luar akal manusia.
Di Kabupaten Kediri terdapat beberapa kesenian Jaranan yang dapat dinikmati diantaranya Jaranan Senterewe, Jaranan Pegon, Jaranan Dor, dan Jaranan Jowo. Jaranan Jowo merupakan salah satu kesenian Jaranan yang mengandung unsur magis dalam tariannya. Dimana pada puncaknya penari akan mengalami TRANCE (kesurupan) dan melakukan aksi berbahaya yang terkadang di luar akal manusia.
Sedangkan Jaranan Dor,
Jaranan Pegon, dan Jaranan Senterewe lebih mengedepan kan kreatifitas gerak
dengan iringan musik yang dinamis. Jaranan Senterewe merupakan jaranan yang
digemari, karena dalam penampilannya selalu disertai hiburan lagu-lagu yang
bernada diatonis. Seluruhkesenianjaranandi Kabupaten Kediri berada di bawah
naungan Paguyuban Seni Jaranan (PASJAR) Kabupaten Kediri. Pemakeman Jaranan
Kediri mengalami kendala karena hampir
di setiap daerah terdapat kesenian ini, terutama daerah sekitar kediri, namun berbeda gerakanya.
Sejarah Jaranan,
sebenarnya menggambarkan cerita
masa lalu, ketika Raja Bantar Angin, seorang raja dari Ponorogo bermaksud
melamar Dewi Songgo langit, putri cantik dari kerajaan
Kediri, atau yang biasa disebut juga dengan Dewi Sekartaji atau Galuh Candra
Kirana. Konon menurut cerita, karena wajahnya jelek, Raja Bantar Angin akhirnya
menyuruh Patihnya, yang bernama Pujangga Anom, seorang patih yang dikenal
sangat tampan. Agar Dewi Sekartaji tidak tertarik dengan Patih Pujangga Anom,
Raja Bantar Angin memintanya memakai sebuah topeng buruk rupa. Lalu Patih Pujangga
Anom, datang ke kerajaan Kediri, menyampaikan maksud rajanya.
Putri Sekartaji, yang mengetahui Patih Pujangga Anom mengenakan
topeng, merasa tersinggung, lalu menyumpahi agar topeng tersebut, tidak bisa
dilepas seumur hidup. Raja Bantarangin, akhirnya datang sendiri ke Kerajaan
Kediri. Sebagai gantinya, Dewi Songgo langit
meminta 3 persyaratan. Jika Raja Bantarangin bisa memenuhi, dirinya bersedia
diperistri. Tiga syarat tersebut, binatang berkepala dua, 100 pasukan berkuda
warna putih, dan alat musik yang bisa berbunyi jika dipukul bersamaan.
Sayangnya, Raja Bantarangin, hanya bisa memenuhi 2 dari 3 persyaratan tersebut,
100 kuda warna putih yang digambarkan dengan kuda lumping, alat musik yang bisa
dipukul bersamaan yakni gamelan. Sehingga, terjadi pertempuran diantara
keduanya. Kerajaan Kediri, datang dengan membawa pasukan berkuda, yang kini
digambarkan sebagai jaranan, sementara Kerajaan Ponorogo membawa pasukan, yang
kini digambarkan sebagai kesenian Reog Ponorogo.
Di perjalanan, terjadi pertempuran.
Raja Ponorogo yang marah, membabat macan putih yang ditunggani patih kerajaan
Kediri, dengan cambuk samandiman, hingga akhirnya melayang ke kepala salah satu
kesatria dari Ponorogo. Bersamaan dengan kejadian tersebut, seekor burung
merak, kemudian juga menempel dikepala kesatria tersebut, sehingga ada kepala
manusia yang ditempeli kepala macan putih dan merak, ini yang sekarang
disimbolkan reog Ponorogo. Bahkan, dalam tarian reog, semua penari juga membawa
cambuk. Sementara dalam kesenian jaranan, menggambarkan pasukan berkuda Dewi
Sekartaji yang hendak melawan Raja Ponorogo. Barongan, Celeng dan atribut
didalamnya, sebagai simbol, selama dalam perjalanan menuju Ponorogo yang
melewati hutan belantara, pasukan juga dihadang berbagai hal, seperti naga, dan
hewan hewan liar lainnya.
Logat Kedirian
·
“Peh” – e sepertihuruf e pada kata Teh. Walaupun “Peh” bukan
monopoli Kediri, karena di daerah karisidenan kediri seperti Nganjuk,
Tulungagung terkadang jugadijumpailogatini.
Contohpenggunaan “peh” :Peh, Dani
ngguuuaya saiki, wis sugihgagelemaruh-aruh.
·
“Nda”, kata inisering digunakan sebagai sapaan aja.
Misalkan: PiyeKabare Ndaa? ataudigabungkandengan“peh” :
Misalkan: PiyeKabare Ndaa? ataudigabungkandengan“peh” :
Peh, Gunungkeluduuuapik nda.Duluketikakuliah
di Malang mahasiswa asal kediri sering disindir dengan sebutan “Peh”
Sama-sama Jawa beda Logat Inilah Indonesia raya, walaupun sama-sama jawa memakai bahasa Jawa, logatmasihberbeda.
Sama-sama Jawa beda Logat Inilah Indonesia raya, walaupun sama-sama jawa memakai bahasa Jawa, logatmasihberbeda.
Logat relatif kasar terutama Surabaya dan Malang yang mempunyai
logat hampir sama. bahasa jawa yg digunakan kebanyakan Ngoko. Yang khas dari
logat jawa timuran adalah untuk beberapa kata sifat dipanjangkan untuk
menunjukkan lebih ata super. Misal ketika melihat bakso yg besar orang jatim
bilang “baksone guuuedhi”, “omaheUuuadoh”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar